Peta 600.000 Sel Otak Memperlihatkan Cara Otak Mengambil Keputusan

Peta 600.000 Sel Otak Memperlihatkan Cara Otak Mengambil Keputusan

featured-image-peta-600-000-sel-otak-menulis-ulang-cara-otak-mengambil-keputusan-6620a77efb0z
Para peneliti telah menyusun peta aktivitas otak mamalia untuk pertama kalinya. Dua studi terobosan ini mengubah pemahaman ilmuwan tentang bagaimana keputusan dibuat.Proyek ini melibatkan 12 laboratorium dan data dari lebih dari 600.000 sel otak tikus, mencakup daerah yang mewakili lebih dari 95% otak. Temuan yang dipublikasikan dalam dua makalah di jurnal Nature (makalah 1) dan (makalah 2) menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan melibatkan jauh lebih banyak bagian otak daripada yang diperkirakan sebelumnya.Proyek besar ini dipimpin oleh International Brain Laboratory (IBL), kolaborasi ahli saraf eksperimental dan teoretis di Eropa dan AS. Mereka berkumpul karena merasakan kegelisahan yang sama tentang cara riset dilakukan selama ini.

“Kami punya masalah dengan cara sains dilakukan,” kata Matteo Carandini, ahli saraf di University College London dan anggota inti IBL.

Pada banyak studi otak sebelumnya, berbagai lab mencoba menjawab pertanyaan besar seperti hubungan aktivitas otak dengan perilaku. Namun tiap lab meneliti tikus yang berbeda dan memberikan tugas perilaku yang sedikit berbeda. Ditambah lagi, cara tiap kelompok mendefinisikan batas-batas wilayah otak tidak selalu sama. Semua perbedaan ini mengaburkan hasil.

“Kami tidak tahu apakah sebenarnya sepakat atau tidak, karena terlalu banyak hal yang berbeda,” kata Carandini kepada Live Science.

IBL kemudian merancang satu eksperimen yang kuat dan terstandar pada skala yang tidak mungkin ditangani satu lab saja. Mereka memasangkan pengujian ini dengan alat perekam otak berpresisi tinggi dan metode analisis yang disepakati sebelumnya agar hasilnya mudah direplikasi. Tujuannya adalah mengatasi hambatan klasik di bidang ini.

“Salah satu tantangan tertua di ilmu saraf adalah memahami bagaimana variasi pada sistem saraf — baik struktur maupun fungsi — memetakan variasi pada perilaku,” kata Federico Turkheimer, ahli saraf di King’s College London yang tidak terlibat dalam studi, dalam pernyataannya kepada Science Media Centre Inggris.

Secara total, proyek ini mencakup 139 ekor tikus di 12 lab. Tikus-tikus itu ditanamkan perangkat perekam otak bernama Neuropixels yang dapat merekam hingga 1.000 neuron secara bersamaan. Para peneliti menguji tikus dengan tugas perilaku sederhana yang bisa direplikasi: tikus ditempatkan di depan layar, lalu penanda garis hitam-putih berkedip di kanan atau kiri. Jika tikus memutar roda kecil ke arah yang sama dengan kedipan itu, mereka mendapat hadiah.

Berdasarkan buku teks ilmu saraf, ujar Carandini, Anda akan mengira aktivitas otak mengikuti jalur berurutan. Pertama, sel di korteks visual yang mengenali gambar aktif. Lalu neuron di bagian lain, seperti korteks prefrontal yang terlibat dalam keputusan abstrak. Informasi ini mungkin digabung dengan memori (pengalaman sebelumnya), kemudian dikirim ke wilayah motorik yang menggerakkan otot.

Diagram berwarna yang memetakan berbagai neuron di otak tikus

Studi ini mencakup data dari lebih dari 600.000 sel otak pada 139 ekor tikus. (Kredit: Dan Birman, International Brain Laboratory)

Hasil penelitian memang mendukung sebagian rantai ini — misalnya, korteks visual aktif terlebih dahulu. Namun bagian lain tidak sesuai harapan.

“Kami menemukan sinyal keputusan dan sinyal yang terkait informasi sebelumnya di jauh lebih banyak wilayah otak daripada yang kami duga,” kata Carandini.

Secara keseluruhan, pola aktivitas di hampir semua wilayah otak yang dipelajari dapat digunakan untuk menebak apakah seekor tikus menerima hadiah atau tidak.

Pada beberapa percobaan, penanda di layar dibuat sangat samar sehingga tikus pada dasarnya harus menebak arah putaran roda. Makalah kedua di Nature menyoroti bagaimana tikus menggunakan ekspektasi sebelumnya — berdasarkan posisi penanda pada uji-uji sebelumnya — untuk membantu tebakan mereka. Aktivitas otak yang muncul saat tikus menebak juga tersebar lebih luas di otak daripada yang diperkirakan tim.

IBL meniru pendekatan proyek besar lain, seperti eksperimen fisika partikel di CERN atau Human Genome Project untuk memahami DNA manusia. Untuk menggambarkan dampaknya, Carandini memakai analogi astronomi: dulu ahli perbintangan bisa melihat semua bintang tetapi detailnya minim; teleskop memungkinkan melihat objek satu per satu.

Pekerjaan seperti ini baru mungkin berkat kemajuan teknologi dan kolaborasi antarlab. Ke depan, Carandini berharap pendekatan ini dipakai untuk menjawab pertanyaan besar lain tentang otak. Temuan saat ini masih bersifat korelasional, sehingga belum bisa menyatakan apakah aktivitas otak yang terlihat benar-benar menyebabkan keputusan, atau hanya berkaitan dengannya.

Sumber : livescience.com

Tentang Penulis