Kapan Kiamat Terjadi ? Berikut Penjelasan Menurut Science

Kapan Kiamat Terjadi ? Berikut Penjelasan Menurut Science

ilustrasi kiamat yang digambarkan oleh manusia

Kiamat merupakan topik yang tidak akan pernah habis dibahas sepanjang sejarah manusia. Pertanyaan, kapan kiamat terjadi, akan selalu menjadi pertanyaan misterius yang sulit dijawab dari sudut pandang apapun. Tapi bagaimana dengan sudut pandang science? Apakah science mengenal kiamat atau sejenisnya? Jawabannya, secara general, iya benar. Jadi, kapan kiamat terjadi menurut para ilmuwan? Jawabannya cukup mengejutkan sebab menurut science, kiamat (atau sejenisnya) sudah terjadi setidaknya lima kali dalam sejarah Bumi dan kemungkinan besar akan terjadi lagi dalam waktu dekat. Mari kita simak lebih detil, apa sih penjelasan dan sejarah kiamat menurut sudut pandang science?

Para ilmuwan mendefinisikan kiamat sebagai kepunahan massal, yaitu kejadian yang menyebabkan sekitar tiga perempat dari seluruh spesies punah dalam waktu geologis yang singkat, yaitu kurang dari 2,8 juta tahun. Bagaimana kita tahu mengenai skala kepunahan massal tersebut?. Kita bisa memprediksi kejadian kepunahan massal dari penemuan fosil. Ilmuwan bisa memperkirakan populasi spesies pada waktu tertentu dengan menghitung jumlah fosil dan umur fosil yang ditemukan untuk setiap spesies. Usia fosil bisa dihitung dengan metode Carbon Dating.

Lima Kiamat Yang Pernah Terjadi

Ada lima peristiwa kiamat atau kepunahan massal dalam sejarah bumi, setidaknya sejak 500 juta tahun lalu. Kita hanya mengetahui sedikit sekali tentang peristiwa kepunahan pada masa Prakambrium dan awal Kambrium, yang terjadi sebelum masa ini. Perhatikan grafik di bawah ini.

statistik dari lima kepunahan massal terbesar sepanjang sejarah di bumi

Dalam grafik tersebut, kita melihat waktu terjadinya peristiwa-peristiwa dalam sejarah bumi. Grafik tersebut menunjukkan perubahan tingkat kepunahan (diukur dari jumlah spesies yang punah per juta tahun).

Kita bisa melihat terjadi lonjakan tingkat kepunahan yang ditandai dengan lima peristiwa berikut:

  1. End Ordovician (444 juta tahun yang lalu)
  2. Late Devonian (360 juta tahun yang lalu)
  3. End Permian (250 juta tahun yang lalu)
  4. End Triassic (200 juta tahun yang lalu) – banyak orang salah mengira peristiwa ini sebagai peristiwa yang membunuh dinosaurus. Namun kenyataannya, mereka dibunuh pada akhir periode Cretaceous – peristiwa kiamat kelima.
  5. End Cretaceous (65 juta tahun yang lalu) – kiamat yang membunuh dinosaurus.

Akhirnya, di akhir timeline, kita punya pertanyaan tentang apa yang akan terjadi setelah kelima kiamat ini. Mungkin kita sedang menuju kepunahan massal keenam. Hal ini akan kita bahas pada bagian akhir dari tulisan ini.

Sekarang mari kita bahas kelima kiamat ini satu per satu.

End Ordovician

Periode Ordovisium, antara 485 hingga 444 juta tahun yang lalu, merupakan masa perubahan dramatis bagi kehidupan di Bumi. Selama rentang waktu 30 juta tahun, keanekaragaman spesies berkembang, namun seiring dengan berakhirnya periode tersebut, kepunahan massal pertama yang diketahui terjadi. Pada saat itu, glasiasi (pembentukan es dari air) besar-besaran mengunci sejumlah besar air di lapisan es yang menutupi sebagian daratan besar di kutub selatan. Pembentukan es besar-besaran ini mungkin dipicu oleh munculnya Pegunungan Appalachian di Amerika Utara yang memunculkan bebatuan baru. Pelapukan skala besar pada batuan yang baru terangkat ini menyedot karbon dioksida dari atmosfer dan mendinginkan planet secara drastis, sehingga terbentuk es dalam skala besar.

Akibatnya, permukaan air laut anjlok hingga ratusan kaki. Makhluk yang hidup di perairan dangkal, habitatnya mendingin dan menyusut secara drastis, sehingga menimbulkan dampak yang besar. Kehidupan yang tersisa hanya bisa pulih secara tersendat-sendat. Saat permukaan laut mulai naik lagi, kadar oksigen laut turun, yang pada gilirannya menyebabkan air laut lebih mudah menampung logam-logam beracun yang terlarut.

Kepunahan massal ini adalah yang kedua terburuk yang diketahui ilmu pengetahuan. Kiamat ini menewaskan sekitar 85 persen seluruh spesies. Peristiwa ini menimbulkan dampak paling parah terhadap organisme laut.

Late Devonian

Dimulai 383 juta tahun yang lalu, peristiwa kiamat pada periode Late Devonian memusnahkan sekitar 75 persen seluruh spesies di Bumi dalam kurun waktu sekitar 20 juta tahun.

Terdapat beberapa kejadian pada masa Devonian di mana kadar oksigen lautan turun drastis, yang mengakibatkan pukulan serius terhadap habitat conodont dan kerabat cumi-cumi dan gurita purba yang disebut goniatites. Salah satu kejadian buruk yang disebut peristiwa Kellwasser terjadi sekitar 372 juta tahun yang lalu. Bukti dari batuan dari dari wilayah yang sekarang disebut Jerman menunjukkan bahwa kadar oksigen anjlok pada masa itu dan banyak makhluk pembentuk terumbu mati, termasuk sekelompok besar spons laut yang disebut stromatoporoid.

Sulit untuk memastikan penyebab utama kiamat pada periode Late Devonian, namun letusan gunung berapi adalah salah satu pemicunya. Dalam beberapa juta tahun setelah peristiwa Kellwasser, sebuah wilayah bernama Viluy Traps meletuskan 240.000 mil kubik lava di tempat yang sekarang disebut Siberia. Letusan tersebut akan mengeluarkan gas rumah kaca dan sulfur dioksida yang dapat menyebabkan hujan asam. Asteroid mungkin juga berkontribusi. Kawah Siljan selebar 32 mil di Swedia, salah satu kawah tumbukan terbesar yang masih ada di bumi, terbentuk sekitar 377 juta tahun yang lalu.

Meskipun kedengarannya mengejutkan, tanaman di darat mungkin menjadi penyebab kepunahan ini. Selama masa Devonian, tanaman memperlihatkan beberapa adaptasi yang unggul, termasuk senyawa lignin yang memperkuat batang dan struktur pembuluh yang lengkap. Ciri-ciri ini memungkinkan tanaman menjadi lebih besar dan akarnya menjadi lebih dalam daripada sebelumnya, yang akan meningkatkan laju pelapukan batuan.

Semakin cepat batuan mengalami pelapukan, semakin banyak kelebihan nutrisi yang mengalir dari daratan ke lautan. Masuknya nutrisi tersebut akan memicu pertumbuhan alga secara besar-besaran, dan ketika alga tersebut mati, proses pembusukan alga oleh bakteri membutuhkan oksigen dalam jumlah besar dan otomatis mengurangi kadar oksigen dari lautan, peristiwa ini disebut juga sebagai Dead Zone. Selain itu, banyaknya pohon di daratan akan menyedot CO2 dari atmosfer, yang berpotensi menyebabkan pendinginan global.

Yang menjadi teka-teki adalah tidak hanya beberapa makhluk yang punah pada akhir masa Devonian, namun diversifikasi spesies juga melambat pada masa ini. Perlambatan ini mungkin disebabkan oleh penyebaran spesies invasif secara global, karena tingginya permukaan laut memungkinkan makhluk-makhluk dari habitat laut yang sebelumnya terisolasi bercampur dan berbaur, sehingga ekosistem di seluruh dunia menjadi homogen.

End Permian

Sekitar 252 juta tahun yang lalu, kehidupan di Bumi menghadapi kiamat baru. Kiamat tersebut adalah peristiwa terburuk yang pernah dialami kehidupan di Bumi. Selama sekitar 60.000 tahun, 96 persen dari seluruh spesies laut dan sekitar tiga dari setiap empat spesies di darat punah. Hutan-hutan di dunia musnah dan baru dapat berfungsi kembali sekitar 10 juta tahun kemudian. Dari lima kepunahan massal, End Premian adalah satu-satunya kepunahan yang memusnahkan sejumlah besar spesies serangga. Ekosistem laut membutuhkan waktu empat hingga delapan juta tahun untuk pulih.

Penyebab terbesar kepunahan ini adalah Perangkap Siberia, sebuah kompleks vulkanik raksasa yang meletuskan lebih dari 720.000 mil kubik lava di tempat yang sekarang disebut Siberia. Letusan tersebut memicu pelepasan setidaknya 14,5 triliun ton karbon. Yang lebih parah lagi, magma dari Siberian Traps menyusup ke cekungan batu bara menuju ke permukaan, kemungkinan melepaskan lebih banyak gas rumah kaca seperti metana.

Dampak pemanasan global benar-benar mengerikan. Dalam jutaan tahun setelah peristiwa tersebut, suhu air laut dan tanah meningkat antara 25 hingga 34 derajat Fahrenheit. Pada 250,5 juta tahun yang lalu, suhu permukaan laut di Khatulistiwa mencapai 104 derajat Fahrenheit, yang merupakan suhu maksimum standar bak mandi air panas. Pada saat itu, hampir tidak ada ikan yang hidup di dekat Khatulistiwa.

Ketika suhu meningkat, bebatuan di daratan mengalami pelapukan lebih cepat, yang dipercepat oleh hujan asam yang terbentuk dari belerang vulkanik. Sama seperti pada masa Late Devonian, peningkatan pelapukan akan menyebabkan anoksia yang menyebabkan lautan tercekik. Model iklim menunjukkan bahwa pada saat itu, lautan diperkirakan kehilangan 76 persen persediaan oksigennya. Model-model ini juga menunjukkan bahwa pemanasan dan hilangnya oksigen merupakan penyebab sebagian besar hilangnya spesies.

End Triassic

Kehidupan membutuhkan waktu yang lama untuk pulih dari kiamat yang sebelumnya, namun begitu hal itu terjadi, kehidupan berubah dengan cepat. Berbagai makhluk pembentuk terumbu mulai bermunculan, dan tumbuh-tumbuhan subur menutupi daratan, menciptakan panggung bagi sekelompok reptil yang disebut archosaurus yaitu cikal bakal burung, buaya, pterosaurus, dan dinosaurus nonavian. Namun sekitar 201 juta tahun yang lalu, kehidupan mengalami kiamat lainnya, spesies hilangnya secara tiba-tiba hingga 80 persen spesies darat dan laut.

Pada akhir Triassic, suhu bumi menghangat rata-rata antara 5 dan 11 derajat Fahrenheit, didorong oleh peningkatan empat kali lipat tingkat CO2 di atmosfer. Hal ini mungkin dipicu oleh sejumlah besar gas rumah kaca dari Magmatik Atlantik Tengah, sebuah batuan vulkanik beku besar di Pangaea tengah, benua super pada saat itu. Sisa-sisa aliran lava kuno tersebut kini tersebar di Amerika Selatan bagian timur, Amerika Utara bagian timur, dan Afrika Barat. Magmatik Atlantik Tengah mempunyai luas yang sangat besar.

Peningkatan CO2 mengasamkan lautan pada masa akhir Triassic, sehingga mempersulit makhluk laut untuk membuat cangkangnya dari kalsium karbonat. Di darat, vertebrata yang dominan adalah buaya, yang lebih besar dan jauh lebih beragam dibandingkan sekarang. Banyak dari mereka yang mati. Setelah mereka, dinosaurus paling awal yaitu makhluk kecil dan gesit akan berdiversifikasi dengan cepat.

End Cretaceous

Peristiwa kepunahan End Cretaceous adalah kepunahan massal terbaru dan satu-satunya kiamat yang terkait dengan dampak asteroid besar yang menghantam Bumi. Sekitar 76 persen spesies di planet ini, termasuk dinosaurus (kecuali dinosaurus avian atau burung), punah.

Suatu hari sekitar 66 juta tahun yang lalu, sebuah asteroid berukuran sekitar 12,5 mil menghantam perairan di Semenanjung Yucatán, Meksiko, dengan kecepatan 45.000 mil per jam. Dampak dahsyat tersebut, yang meninggalkan kawah selebar lebih dari 120 mil, melemparkan debu, puing, dan belerang dalam jumlah besar ke atmosfer, menyebabkan pendinginan global yang parah. Kebakaran hutan terjadi di wilayah mana pun dalam jarak 900 mil, dan tsunami besar muncul. Dalam semalam, ekosistem yang mendukung dinosaurus mulai runtuh.

Pemanasan global yang dipicu oleh letusan gunung berapi di Dataran Deccan di India mungkin memperburuk keadaan tersebut.

Kiamat Selanjutnya Yang Keenam

Saat ini, manusia berada pada awal kiamat terbaru, yang berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan kiamat lainnya. Sejak tahun 1970, populasi spesies vertebrata telah menurun rata-rata 68%, dan saat ini lebih dari 35.000 spesies dianggap terancam punah, menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN). Selama abad ke-20 saja, sebanyak 543 vertebrata darat punah, menurut sebuah artikel penelitian di jurnal PNAS.

Sejak dimulainya revolusi industri yang menghasilkan polusi pada tahun 1760, manusia telah menjadi kontributor utama krisis lingkungan hidup yang terjadi di Bumi saat ini. Mulai dari emisi gas rumah kaca dan penipisan ozon hingga penggundulan hutan, penumpukan plastik, dan perdagangan hewan ilegal, manusia telah secara aktif merampas beberapa spesies di dunia dan mengancam banyak spesies lainnya.

ilustrasi habitat beruang kutub yang terdampak oleh perubahan iklim
Beruang kutub adalah salah satu spesies yang terancam oleh perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia. Sumber foto : Wildlife Photographer of the Year 2023

Ada yang berpendapat bahwa perubahan iklim dan punahnya spesies hewan adalah bagian alami dari kehidupan, dan dalam beberapa hal hal tersebut benar. Bagaimanapun, lima kepunahan massal pertama terjadi tanpa kehadiran manusia. Namun yang membedakan adalah kecepatan terjadinya kepunahan massal tersebut.

Jadi apakah kiamat selanjutnya akan terjadi, jawabannya adalah tergantung pada kesadaran manusia, sebagai satu-satunya spesies yang sangat cerdas dan paling sadar akan kondisi lingkungan di sekitar mereka.

Tentang Penulis